Topics

Rumah Berantakan? Bisa Jadi Tanda Kamu Mengalami Hoarding Disorder

Rumah Berantakan? Bisa Jadi Tanda Kamu Mengalami Hoarding Disorder

Gesha Nattasya
Gesha Nattasya
-July 16, 2024

Pernahkah kamu merasa rumahmu semakin penuh dengan barang-barang yang sebenarnya jarang digunakan?

Apakah sulit bagi kamu untuk membuang barang-barang meski sudah tidak lagi berguna? 

Jika ya, bisa jadi kamu mengalami Hoarding Disorder atau gangguan penimbunan. 

Gangguan ini ditandai dengan kesulitan yang ekstrem dalam membuang atau melepaskan barang, yang sering kali mengakibatkan penumpukan barang secara berlebihan dan kondisi rumah yang berantakan.

Hoarding Disorder bukan sekadar kebiasaan menimbun barang-barang; ini adalah kondisi kesehatan mental yang serius. 

Orang yang mengalami gangguan ini sering merasa terikat secara emosional dengan barang-barang mereka, percaya bahwa mereka akan membutuhkannya di masa depan atau bahwa barang-barang tersebut memiliki nilai sentimental yang tinggi. 

Rasa cemas atau ketakutan akan kehilangan barang-barang tersebut bisa sangat kuat, sehingga menghambat kemampuan mereka untuk membuangnya.

Penimbunan berlebihan tidak hanya mengganggu estetika rumah tetapi juga dapat menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan. 

Rumah yang dipenuhi barang-barang bisa menjadi tempat berkembang biaknya kuman dan serangga, meningkatkan risiko kebakaran, dan bahkan menyebabkan kecelakaan karena barang-barang yang bertumpuk. 

Selain itu, gangguan ini sering kali berdampak pada hubungan sosial dan keluarga, karena orang yang mengalami Hoarding Disorder cenderung menarik diri dari interaksi sosial akibat rasa malu atau stigma yang mereka rasakan.

Penyebabnya

Menurut Healthline, penyebab pasti hoarding disorder atau gangguan penimbunan belum diketahui.

Namun, kondisi ini sering kali dikaitkan dengan beberapa faktor risiko yang signifikan. 

Salah satunya adalah adanya gangguan mental seperti depresi, skizofrenia, dan gangguan obsesif kompulsif (OCD). 

Individu yang mengalami gangguan-gangguan ini mungkin lebih rentan terhadap hoarding disorder karena kesulitan dalam mengelola emosi dan dorongan tertentu.

Selain gangguan mental, faktor genetik juga dapat memainkan peran dalam perkembangan hoarding disorder. 

Studi menunjukkan bahwa ada kecenderungan hoarding disorder untuk terjadi dalam keluarga, yang berarti seseorang mungkin memiliki risiko lebih tinggi jika ada anggota keluarga yang juga mengalami kondisi ini. 

Faktor lingkungan seperti trauma masa kecil, kehilangan, atau pengalaman hidup yang penuh tekanan juga dapat memicu atau memperburuk gejala hoarding disorder

Ada beberapa faktor lain yang mungkin berperan sebagai penyebab hoarding disorder, seperti dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang tidak mengajarkan keterampilan memilah barang, memiliki anggota keluarga yang juga mengalami hoarding disorder, mengalami kesulitan ekonomi, atau menghadapi kehilangan harta benda akibat kebakaran atau bencana alam.

Gejala 

Gejala awal dari hoarding disorder mencakup kecenderungan untuk mencari dan menyimpan barang dalam jumlah yang berlebihan. Penderita juga dapat menunjukkan tanda-tanda berikut:

Pertama, mereka kesulitan membuang barang-barang yang sebenarnya tidak lagi diperlukan, sering kali disertai dengan rasa cemas yang signifikan ketika harus memutuskan untuk membuangnya.

Kedua, penderita sering mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan barang-barang di sekitar mereka, dan seringkali mencari benda tambahan dari luar rumah agar bisa ditambahkan ke dalam koleksinya.

Selain itu, mereka merasa sangat tertekan jika barang-barang yang mereka simpan disentuh atau diganggu oleh orang lain, bahkan sampai pada tingkat yang mengganggu fungsi ruangan di rumah mereka.

Penderita hoarding disorder juga cenderung melarang orang lain membersihkan rumah mereka dan bisa menjauhkan diri dari interaksi sosial dengan keluarga dan teman-teman mereka.

Tidak hanya barang, beberapa penderita juga dapat mengumpulkan hewan yang terlantar tanpa mampu merawat mereka dengan benar, menambah kompleksitas dari gangguan ini.

Pengobatan

Hoarding disorder seringkali menimbulkan tantangan dalam proses penyembuhannya karena banyak penderitanya tidak menyadari bahwa perilaku mereka merupakan masalah serius. 

Kondisi ini sering terjadi pada individu yang mengalami gangguan kepribadian obsesif kompulsif.

Penderita hoarding disorder umumnya enggan mencari bantuan medis karena menganggap bahwa kebiasaan mereka adalah hal yang lumrah atau tidak memerlukan perhatian khusus.

Jika Anda memperhatikan gejala ini pada anggota keluarga atau orang terdekat, sangat penting untuk mendorong mereka untuk berkonsultasi dengan dokter. 

Pendeteksian dini dan intervensi yang tepat dapat membantu mengelola kondisi ini dengan lebih efektif.

Hoarding disorder dapat diatasi melalui psikoterapi dan kadang-kadang memerlukan penggunaan obat-obatan tertentu. 

Terapi perilaku kognitif, misalnya, melibatkan latihan untuk mengontrol keinginan menimbun barang serta membantu pasien dalam proses membuang barang-barang yang tidak diperlukan.

Melibatkan anggota keluarga atau teman yang tinggal serumah dengan pasien dalam proses terapi juga dapat meningkatkan kesuksesan pengobatan ini.

Dalam kasus di mana pasien juga mengalami gangguan mental seperti depresi atau kecemasan selain hoarding disorder, dokter dapat meresepkan obat-obatan tertentu. 

Salah satu jenis obat yang sering diresepkan adalah selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), yang membantu mengatur kadar serotonin dalam otak. 

Ini tidak hanya dapat mengurangi gejala depresi dan kecemasan, tetapi juga mendukung pengelolaan hoarding disorder secara komprehensif.

Terapi 

Menurut Healthline, selain menjalani pengobatan, kamu dapat mengambil langkah-langkah terapi dengan cara mudah. 

Mulailah membuat daftar barang-barang di rumah kamu, kelompokkan mereka ke dalam kategori yang tepat seperti "disimpan", "buang", "daur ulang", atau "sumbangkan". 

Setiap hari, luangkan waktu untuk membuang beberapa barang yang tidak terpakai. 

Bersihkan satu ruangan setiap hari atau minggu, dan atur jadwal harian yang realistis untuk tugas-tugas rumah tangga. 

Sumbangkan barang-barang yang masih layak digunakan kepada mereka yang membutuhkan. 

Pastikan tempat sampah tersedia di setiap ruangan untuk memudahkan pengelolaan barang-barang yang tidak terpakai.

Ambil foto ruangan sebelum dan setelah dibersihkan untuk melihat perubahan yang telah terjadi. 

Ketika menghadapi keputusan tentang menyimpan atau membuang barang, putuskan dengan cepat. 

Manfaatkan teknologi untuk mengurangi penumpukan barang, misalnya dengan menonton film di ponsel daripada menimbun DVD. 

Dan ketika merasa tegang atau tidak nyaman, tarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri.

🎁

Refer and Earn!

Invite friends and get a chance to win monthly prize draws!

ℹ️
Guide to truth

Read news with confidence using our guidelines, ensuring you access accurate and reliable information

See our Guidelines
Spot an Issue?
✍️
Disclaimer!

This news report is reproduced from the original source without any modifications by MATA. MATA has solely condensed the news for the purpose of brevity

Comments (0)