Topics

Bubur Asyura, Kesatuan Rasa dalam Tradisi Keagamaan

Bubur Asyura, Kesatuan Rasa dalam Tradisi Keagamaan

Gesha Nattasya
Gesha Nattasya
-July 16, 2024

Bubur Asyura bukan hanya makanan biasa, melainkan simbol kebersamaan, solidaritas, dan penghormatan terhadap peristiwa bersejarah dalam Islam.

Asal usul dan variasinya mencerminkan keanekaragaman budaya dan tradisi di kalangan umat Muslim, menunjukkan cara setiap komunitas menyampaikan iman dan penghormatan mereka dengan berbeda-beda.

Dengan berbagai variasi dan cara penyajiannya, hidangan ini tetap mempertahankan esensi dari kesatuan, kebersamaan, dan penghormatan terhadap nilai-nilai keagamaan.

Dalam setiap suapan Bubur Asyura, terdapat rasa solidaritas, kebersamaan, dan refleksi spiritual yang mendalam.

Hari Asyura, yang jatuh pada tanggal 10 Muharram dalam kalender Islam, merupakan momen yang dihormati dan dirayakan oleh umat Muslim di seluruh dunia.

Pada tahun ini, Hari Asyura diperingati pada tanggal 8 Agustus 2022, diawali dengan puasa sunnah Tasua pada 7 Agustus 2022.

Menghidangkan Bubur Asyura bukan hanya tentang menyajikan makanan, tetapi juga tentang menghormati tradisi, menguatkan ikatan sosial, dan merayakan kebersamaan dalam keragaman.

Di tengah dunia yang semakin terfragmentasi, Bubur Asyura mengingatkan kita akan pentingnya kesatuan dan kebersamaan dalam merayakan perbedaan.

Asal dan Arti

Nama "Asyura" sendiri berasal dari bahasa Arab "Ashura" yang berarti sepuluh, merujuk pada hari kesepuluh bulan Muharram dalam kalender Islam.

Hari Asyura memiliki makna penting dalam sejarah Islam, khususnya dalam tradisi Sunni dan Syiah.

Bagi kaum Sunni, Asyura adalah hari dimana Nabi Musa (Moses) dan Bani Israel diselamatkan dari kejaran Firaun oleh mukjizat terbelahnya Laut Merah.

Sedangkan bagi kaum Syiah, hari ini mengenang kesyahidan Imam Husain, cucu Nabi Muhammad, di Karbala.

Bubur Asyura biasanya dimasak dan dibagikan pada hari Asyura sebagai bagian dari perayaan dan refleksi spiritual.

Hidangan ini merupakan simbol dari kesatuan dan kebersamaan, dimana berbagai bahan dicampur menjadi satu, mencerminkan keragaman umat manusia yang bersatu dalam kebersamaan.

Bubur Asyura sering disajikan pada hari Asyura, tanggal 10 Muharram dalam kalender Islam, tidak hanya dikenal di Jawa dan Indonesia, tetapi juga tersebar luas di tradisi Muslim di seluruh dunia, termasuk di Timur Tengah, Asia Selatan, dan Asia Tenggara.

Variasi Bubur

Tidak ada resep tunggal untuk Bubur Asyura, karena setiap daerah dan komunitas memiliki versi mereka sendiri.

Namun, umumnya bubur ini dibuat dari berbagai macam biji-bijian, kacang-kacangan, dan buah-buahan kering yang dimasak bersama hingga menghasilkan konsistensi yang kental dan kaya rasa.

Di Indonesia, misalnya, Bubur Asyura dibuat dengan campuran beras, jagung, kacang hijau, ubi, singkong, dan berbagai rempah seperti jahe, kayu manis, dan pandan.

Di Kalimantan Selatan, tradisi bubur Asyura memang memiliki keunikan tersendiri dalam komposisi bahan-bahannya.

Selain menggunakan beras sebagai bahan utama, bubur Asyura di daerah ini terkenal dengan campuran yang melibatkan tidak kurang dari 41 jenis bahan lainnya.

Di Cirebon, Jawa Barat, bubur Asyura memiliki ciri khas tersendiri. Hidangan ini diberi warna cokelat kemerahan yang khas, yang berasal dari gula aren.

Bahan utama bubur Asyura di Cirebon adalah beras dan santan kelapa. Gula aren digunakan sebagai pewarna alami yang memberikan bubur warna dan cita rasa yang khas.

Saat disajikan dalam satu wadah, bubur Asyura sering kali menyiratkan kombinasi warna merah dan putih.

Kedua warna ini tidak hanya menciptakan estetika yang indah, tetapi juga sarat akan makna kebangsaan.

Merah dan putih merupakan warna dari bendera Indonesia, yang secara tidak langsung mengingatkan kita akan nilai-nilai persatuan dan kesatuan dalam keberagaman budaya yang ada.

Di Desa Tangkahan Durian, Brandan Barat, Sumatera Utara, tradisi bubur Asyura menjadi momen yang lebih dari sekadar santapan.

Di sini, bubur Asyura tidak hanya disantap bersama keluarga atau komunitas, tetapi juga dibagikan secara khusus kepada anak-anak yatim piatu.

Tindakan ini bukan hanya sebagai bentuk amal, tetapi juga sebagai doa agar desa terhindar dari marabahaya dan mendapatkan keberkahan.

Sementara itu, di Turki, bubur ini dikenal dengan nama "Aşure" dan biasanya mengandung gandum, kacang-kacangan, aprikot kering, kismis, dan berbagai buah-buahan kering lainnya, yang kemudian diberi aroma bunga oranye dan air mawar.

Di Malaysia, Bubur Asyura memiliki variasi yang lebih manis dan lebih kental, sering kali ditambah dengan santan, gula merah, dan kacang-kacangan seperti kacang merah dan kacang tanah.

Sedangkan di beberapa negara Timur Tengah, Bubur Asyura bisa lebih sederhana dengan bahan dasar seperti beras, lentil, dan bumbu rempah-rempah.

Gotong Royong Memasak

Memasak Bubur Asyura sering kali dilakukan secara gotong royong oleh komunitas Muslim.

Di banyak tempat, proses memasak ini dilakukan di masjid atau tempat umum lainnya, dimana setiap orang berkontribusi dengan membawa bahan-bahan dan ikut serta dalam memasak.

Proses ini tidak hanya menciptakan makanan yang lezat, tetapi juga memperkuat ikatan sosial dan spiritual di antara para peserta.

Kegiatan memasak bersama ini mencerminkan nilai-nilai Islam tentang kebersamaan, saling membantu, dan berbagi.

Setiap orang yang ikut serta merasa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar dari diri mereka sendiri, dan ini membantu memperkuat rasa kebersamaan dan solidaritas di dalam komunitas.

🎁

Refer and Earn!

Invite friends and get a chance to win monthly prize draws!

ℹ️
Guide to truth

Read news with confidence using our guidelines, ensuring you access accurate and reliable information

See our Guidelines
Spot an Issue?
✍️
Disclaimer!

This news report is reproduced from the original source without any modifications by MATA. MATA has solely condensed the news for the purpose of brevity

Comments (0)